Transformasi Digital Unilever Telah Berhasil Melalui Tim IT

Unilever adalah bisnis global yang mewakili lebih dari 400 Brand/Merek, termasuk Dove, Lipton, Rinso, Buavita, Sunsilk, Pepsodent, Molto, Lifebuoy, Clear, Close Up dan banyak lagi. Masing-masing daftar poduk Unilever tersebut memiliki target pasar sendiri. Direktur IT global pemasaran digital di Unilever, mengklaim bahwa transformasi digital Unilever telah berhasil dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara lebih mengutamakan peran pihak IT. Ini merupakan hal menarik karena tahun-tahun sebelumnya pihak Unilever sempat beranggapan bahwa IT sebagai penghalang ketimbang menjadi enabler.

Transformasi Digital Unilever Telah Berhasil Melalui Tim IT

Ketika Jane Moran bergabung dengan Unilever sebagai CIO pada tahun 2014, dia adalah orang pertama yang mengambil peran sebagai teknolog yang memperkenalkan teknologi pada seluruh lingkup bisnis. Transformasi digital memang memerlukan kepemimpinan yang dapat memberikan digital awareness pada seluruh elemen.

Selama bertahun-tahun Unilever memiliki CIO yang berasal dari divisi keuangan atau mungkin dari divisi distribusi rantai pasokan. Setiap orang membawa kekuatan yang berbeda, dan tiba-tiba sekarang Unilever berbicara tentang IT sebagai enabler, bukan sebagai biaya.

Perusahaan mulai bekerja pada sebuah transformasi digital, dengan tujuan penggunaan kurang lebih untuk di semua merek. Pergeseran ini dimulai dengan fokus pada IT sebagai bagian dari bisnis secara keseluruhan daripada fungsi back-end.

Transformasi Digital Unilever Membawa Perubahan Besar

Transformasi digital Unilever merupakan perubahan besar dalam berpikir. Unilever sudah melakuan secara tertutup selama beberapa tahun terakhir, tapi itu mulai berubah. Pihak IT mulai di sejajarkan dengan bisnis dan ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Perusahaan juga harus menjauh dari ide bahwa TI didorong melalui proyek-proyek. Transformasi digital di Unilever berhail dengan merangkul gagasan bahwa transformasi digital merupakan proses yang berkesinambungan yang membuat dan memberikan manfaat tanpa akhir.

Unilever Berlakukan Transformasi Digital Untuk Semua Merek Besar dan Kecil

Cara pendekatan transformasi digital Unilever sebelumnya di berbagai merek menyebabkan masalah seperti duplikasi, tumpang tindih dan karena kurangnya investasi untuk tahap eksperimen.

Unilever bertujuan mengambil pendekatan berbasis platform teknologi, tetapi ingin menggunakan alat umum di mana diperlukan, tanpa menghambat kemampuan merek individu untuk skala dan inovasi.

Dua hambatan utama pada transformasi digital Unilever adalah jumlah teknologi yang tersedia di pasar, serta pendekatan tersegmentasi untuk mengadopsi teknologi baru tanpa memikirkan organisasi secara keseluruhan.

“Ini bukan lagi sebuah tantangan pemasaran TI. Ini merupakan tantangan organisasi.” Vineet Bhalla, Direktur IT Global Digital Marketing di Unilever

Perusahaan melihat banyak merek yang sudah berinovasi, sehingga mengembangkan platform yang memungkinkan inovasi ini dapat diterapkan di seluruh bisnis. Sementara itu, Unilever masih memungkinkan skala untuk merek dan menerapkan sistem yang lebih kompleks.

Hal ini untuk mencegah perusahaan dari implementasi platform terpusat di mana merek yang lebih besar, yang mampu lebih, yang ditahan oleh beberapa merek yang lebih kecil di bawah payung Unilever.

Transformasi Digital Adalah Strategi Jangka Panjang

Wisnu Indugula, mitra Konsultan IT Unilever, mengatakan saat mencoba tingkat transformasi digital di Unilever, di mana perusahaan biasanya salah dalam pemikiran transformasi digital sebagai tujuan akhir.

Salah satu hal yang perlu Anda sadari adalah bahwa itu adalah sebuah perjalanan,” kata Indugula. “Ini bukan tujuan. Ini bukan tentang pelaksanaan suatu produk. Ini tentang strategi jangka panjang untuk mengubah seluruh organisasi. ”

Pelanggan saat ini menjadi lebih menuntut. Konsumen membandingkan semua bisnis dengan pengalaman terakhir mereka dengan merek. Misalnya, jika hal terakhir yang pelanggan lakukan adalah memesan layanan Uber, mereka akan mengharapkan pengalaman berikutnya menjadi lebih sederhana, terlepas dari apa merek berikutnya dan bagaimana mereka berinteraksi dengan semudah mungkin.

Untuk mengatasi hal ini ketika mencoba untuk berinovasi dan berkembang, bisnis harus memanfaatkan apa yang telah mereka bangun, seperti pengakuan pelanggan. Setiap loyalitas merek yang ada dan data yang telah dikumpulkan merupakan salah satu modal awal dalam melakukan transformasi digital. Dalam kasus Unilever, ada banyak merek lama yang berbeda yang sudah dikenal konsumen, bahkan jika mereka tidak menyadari bahwa produk tersebut adalah dari Unilever.

Perusahaan Unilever telah membangun merek selama bertahun-tahun yang sangat terkenal untuk konsumen. Tapi perlu beradaptasi dengan dunia baru ini, dan bagaimana hal itu dapat di adaptasikan dengan pemasran digital.

Inovasi Lebih Lanjut dari Unilever

Sebagaimana Unilever sedang mencoba untuk menerapkan platform yang lebih digital dan terpusat untuk transformasi digital dan inovasi, Unilever telah mengubah cara pendekatan di daerah lain juga, seperti praktek hukum dan perekrutan.

Perusahaan Unilever bertujuan untuk mengelola kegagalan dalam mengadopsi tes dan pembelajaan prilaku, sehingga lebih lincah secara keseluruhan.

Unilever juga mencari startups untuk bekerjasama dengan mereka, daripada mencoba untuk melaksanakan semua layanan dan platform di perusahaan mereka sendiri.

Perusahaan sedang mencoba menggunakan sistem virtual reality untuk mewawancarai pelamar pekerjaan, mengurangi proses rekrutmen dari enam bulan sampai dua minggu.

Semua ini inovasi kecil yang membantu Unilever untuk menutup “adopsi gap” – perbedaan antara kecepatan dan jenis teknologi yang digunakan untuk orang dan jenis teknologi bisnis yang mampu mengadopsi di skala besar.

Kesenjangan akan lebih luas jika perusahaan menghindari inovasi dan kelincahan. Dalam melakukan transformasi digital, perusahaan akan lebih sering melakukan invovasi melalui eksperimen. Pada dasarnya, ini hanya dapat dilakukan dengan mengadopsi pola kerja DevOps, jika tidak maka downtime akan sering terjadi saat pengujian rilis atau fitur baru. Untuk hal itu, perusahaan dapat mengantisipasi dan memperkecil resiko downtime dengan menggunakan layanan disaster recovery atau DRaaS (Disaster Recovery as a Services).

Silahkan melihat video mengenai transformasi digital yang sudah menjadi kebutuhan di seluruh jenis usaha.

 

Advertisement

Kategori

Powered by

digital marketing specialist
Jasa SEO Indonesia Terbaik

Artikel Terkait

Pin It on Pinterest

Share This