Situs Marketplace Terkena Downtime, Apa Dampaknya ?

Beberapa situs marketplace terbesar di Indonesia baru-baru ini tumbang, tidak dapat di akses selama 6 jam lebih. Apa dampak dari kejadian downtime ini? dan seberapa luas dampak dari downtime yang ‘hanya’ dalam hitungan jam tersebut bagi bisnis marketplace tersebut?

Dampak Downtime pada Situs Marketplace di Indonesia

Downtime dan Dampak Negatif Bagi Situs Marketplace

Dalam era milenial ini, informasi menyebar jauh lebih cepat dari sebelunya. Social media seperti Twitter, Facebook, dan LinkedIn merupakan saluran informasi viral. Generasi milenial merupakan generasi yang terbiasa dan percaya dengan apa yang mereka lihat dan cenderung menerima informasi begitu saja. Kita bisa lihat hoax menyebar dengan cepat, dan membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Hal tersebut dalam dunia digital marketing di tandai sebagai “konversi negatif“.

Baru-baru ini, situs marketplace terbesar di Indonesia seperti Bukalapak dan Tokopedia secara berbarengan mengalami downtime alias tumbang. Baik dari sisi tangible dan intangible, tentu ada dampak yang ditanggung oleh kedua situs marketplace lokal tersebut.

Tokopedia dan Bukalapak sudah di percaya belasan juta pengguna internet di Indonesia untuk melakukan transaksi jual beli. Branding yang di usahakan kedua situs marketplace tersebut adalah “Situs Jual Beli Terpercaya”. Dan sebelum kejadian downtime selama 6 jam pada situs marketplace tersebut, branding tersebut sudah di raih dan baik-baik saja.

Akan tetapi, ketika downtime selama 6 jam, tentunya hal ini membuat belasan juta pengguna situs marketplace tersebut kecewa. Kekecewaan pengguna merupakan negative branding bagi bisnis apa pun. Belum lagi media berita yang mulai menyebarkan informasi kejadian tumbangnya kedua situs marketplace tersebut, walhasil sebagian pengguna internet di Indonesia mengetahui kejadian tersebut.

Tentunya, masing-masing orang dapat berbeda responnya satu sama lain. Namun, khusus pengguna, mereka akan merasa was-was jika terjadi downtime tersebut karena serangan cyber maka mereka akan merasa tidak aman berada di situs marketplace yang mengalami downtime.

Keluasan dampak downtime bagi situs marketplace besar, atau perusahaan besar lainnya adalah opini dan tanggapan publik. Ini akan melibatkan terlalu banyak biaya jika tidak dilakukan dengan tepat. Sekali downtime terjadi, persepsi publik dapat mengartikan bahwa suatu saat akan terjadi downtime lagi, dan lebih baik lupakan dan cari situs marketplace yang lain.

Dampak Downtime Bagi Situs MarketPlace

Valuasi bisnis Tokopedia dari berbagai sumber mencapai sekitar Rp. 1.2 Triliun. Jumlah pengguna Tokopedia juga mencapai 1.2 juta user. Tentunya, yang lebih mengetahui nilai sebenarnya adalah pihak Tokopedia itu sendiri. Angka tersebut dapat kita jadi dasar sementara untuk menjelaskan dampak downtime.

Sebelum itu, mari kita lihat dampak downtime terhadap situs marketplace tokopedia dan bukalapak dari sisi teknis.

dampak downtime terhadap trafik situs marketplace bukalapak dampak downtime terhadap trafik situs marketplace tokopedia

  • Bukalapak.Com : Dari 313.050 pengunjung per hari, turun menjadi 312.000 pengunjung per hari. Selisih depresiasi sebesar 1050 pengunjung per hari.
  • Tokopedia.Com : Dari 416.200 pengunjung per hari, turun menjadi 416.200 penjunjung per hari. Selisih depresiasi sebesar 1600 pengunjung per hari.

Tentunya penurunan tersebut dapat berlanjut jika terjadi downtime lagi, atau jika kedua situs marketplace tersebut tidak mampu mempertahankan para penggunanya. Sekarang kita kalkulasi potensi kerugian downtime mereka.

Jika sebuah bisnis memiliki 12 juta pengguna, dengan nilai valuasi binis sekitar Rp. 1.2 Triliun, maka nilai akuisisi pengguna adalah :

Rp. 12 triliun / 12 juta pengguna

Biaya akuisisi per pengguna adalah Rp. 1 juta

Dengan demikian, jika penurunan pengunjung adalah 1000 vistor / day maka potensi kerugian yang sedang di hadapi dalah Rp. 1 juta x selisih depresiasi pengunjung per hari atau Rp. 1 milyar. Oleh karena itu, jika penurunan tersebut terus berlanjut dan mencapai puluhan ribu pengguna maka potensi kerugian akan semakin besar, puluhan milyar.

Downtime Sudah Bukan Merupakan Hal Yang Dapat Ditolerir

Bagi bisnis apapun, downtime tidak dapat diterima dengan alasan apapun. Karena, dampak dari downtime cukup besar. Seperti pada downtime yang terjadi pada beberapa perusahaan penerbangan di tahun 2016 dan awal 2017, kerugian mereka mencapai ratusan milyar. Sehingga, wajar saja jika para praktisi menyebut downtime sudah tidak dapat di tolerir.

Selain potensi intangible cost, tentunya potensi kehilangan transaksi elektronik pada kedua situs lokal tersebut mencapai belasan hingga puluhan milyar selama 6 jam downtime.

Bagi para investor, kejadian downtime akan menjadi fokus penting yang perlu mereka telusuri dan pastikan tidak akan terjadi lagi di masa depan. Sayangnya, downtime tidak dapat di prediksi namun kabar baiknya adalah downtime dapat di atasi dengan solusi disaster recovery.

Sebuah situs disaster recovery akan dapat menggantikan tugas “data center utama” jika terjadi downtime. Seluruh operasional akan di proses pada situs cadangan tersebut. Mungkin untuk sekelas Bukalapak dan Tokopedia akan membutuhkan sekitar 3 hingga 5 colocation rack. Biaya tersebut akan berkisar ratusan juta per tahun.

Biaya disaster recovery sering dianggap mahal oleh sebagian kalangan. Akan tetapi ketika downtime terjadi, ternyata potensi dampak biaya yang harus di keluarkan berlipat kali lebih banyak. Wajar saja, bagi bisnis yang telah menyadari potensi kerugian dari downtime maka mereka akan segera menyatakan “Downtime Sudah Tidak Dapat Ditolerir“.

Dampak Tumbangnya Tokopedia, Bukalapak dan JD bagi Industri Data Center Indonesia

Para penyedia layanan data center di Indonesia pun terkena dampak. Dalam hal ini, yang dapat menjadi sorotan pasar vertikal baik lokal maupun secara internasional adalah kualitas industri data center Indonesia yang sebetulnya sudah jauh lebih baik dari 5 tahun yang lalu.

Industri data center Indonesia telah berkembang pesat dan mulai sejajar dengan data center di belahan negara manapun. Dengan standarisasi dan sertifikasi minimal TIER III dari Uptime Institute, maka data center tersebut hanya memiliki toleransi tingkat downtime 1.5 jam untuk selam 365 hari.

klasifikasi tier data center

Data center merupakan tulang punggung operasional bisnis yang melibatkan teknologi informasi digital. Oleh karena itu, untuk sebuah bisnis yang memerlukan akses terus menerus harus dapat mengukur berapa waktu dan biaya yang dapat di tolerir untuk downtime (RTO dan RPO).

Disini perlu kami garis bawahi, bahwa ada kemungkinan ketiga situs e-commerce / marketplace tersebut menggunakan sebuah data center yang sama. Dan sepertinya memakai data center yang belum TIER III karena downtime terjadi lebih dari 1.5 jam, bahkan hal tersebut berlangsung dalam hari yang sama. Sedangkan Data Center TIER III memiliki tingkat toleransi downtime 15 detik dalam 1 hari. Tentu hal ini sudah menjadi sangat jelas sekali.

Investor akan melihat kenyataan ini, dimana mereka telah menginvestasikan dana triliunan rupiah akan tetapi menemui bahwa infrastruktur teknologi informasi yang digunakan tidak mendukung kemajuan usaha.

Dari sini kita mulai dapat mengambil beberapa kesimpulan atas kejadian downtime pada situs-situs marketplace tersebut.

Kesimpulan:

Untuk operasi terus menerus, sebuah bisnis harus di dukung dengan infrastruktur IT yang solid. Ekosistem digital terbaik adalah yang memiliki mitigasi bencana (BCP). Sebuah BCP akan mencakup situs disaster recovery untuk menjaga operasional bisnis tetap berjalan seperti biasa saat ada kejadian kelumpuhan sistem atau pun bencana alam.

Kesalahan perspesi terhadap tingkatan kualitas data center dapat berakibat fatal bagi bisnis. Data center yang layak dipakai untuk misi kritis atau operasional tanpa henti adalah data center yang telah memiliki sertifikasi TIER III. Sertifikasi yang benar-benar mencerminkan kualitas data center di belahan dunia manapun hanyalah sertifikasi dari Uptime Institute. Di Indonesia, tidak banyak data center yang mendapatkan sertifikasi TIER III dari Uptime Institute.

Oleh karena itu, kini saatnya menilai ulang bisnis anda dari sisi kekuatan infrastruktur teknologi informasi. Ini belum lagi bahaya serangan cyber yang semakin meningkat. Solusi disaster recovery merupakan kebutuhan bagi seluruh jenis bisnis.

 

Advertisement

Kategori

Powered by

digital marketing specialist
Jasa SEO Indonesia Terbaik

Artikel Terkait

Pin It on Pinterest

Share This